Bapak Tua Penjual Kerupuk

Minggu terakhir bulan Sya’ban biasanya diramaikan dengan ritual nyadran. Ziarah kubur sebelum ramadhan bagi sebagian kalangan menjadi sebuah ritual wajib, karena mereka percaya bahwa arwah yang mati pulang kerumah masing-masing,  perlu di jemput. Bahkan kadang-kadang ada yang memberikan sesaji yang di letakkan di depan pintu rumah sebagai tanda sambutan.

Saya pun tak ketinggalan, namun bukan karena ingin menjemput arwah yang sudah meninggal. Hanya ingin mendoakan bapak mertua dan silaturrahmi ke keluarga istri. bertiga sore itu kami berangkat. Saya, istri dan  anak kami ibenk menuju makam bapak, tak lupa kami mampir sebentar di penjual bunga di seputaran alun-alun Juwana. Kami membeli 4 buah bunga, untuk mama, Bapak dan Mbah Kakung. Satu lagi untuk Mbah putri yang seorang Nasrani. Semua kami doakan,soal sampai atau tidak nya doa tersebut biarlah Sang Pencipta yang mengurusnya.

Pada saat membeli bunga, pandangan ku tertuju kepada lelaki tua yang memanggul dua keranjang yang terlihat berat. Pakaiannya lusuh dan kulitnya legam menempel debu jalan yang sedang diperbaiki. Syahdu melihatnya berjalan menyusuri pinggir jalan terbungkuk-bungkuk menahan beban di pundaknya. Ingin kupanggil namun jarak yang agak jauh serta deru kendaraan, memaksa untuk mengurungkan niatku sementara waktu. Setelah istri berbelanja bunga untuk keperluan nyadran, Aku nyatakan niatku untuk sedikit berbagi rejeki dengan Bapak tua pemanggul keranjang tadi.

Sengaja kendaraan Saya perlambat untuk mencari bapak tua tadi, mungkin masih ada di sekitar alun-alun Juwana.Tak lama kemudian Bapak tua yang Saya cari tadi ketemu, sedang duduk di dekat toilet umum sebelah timur alun-alun Juwana. Kendaraan Saya dekatkan di tempat Bapak tua tadi beristirahat. Istriku tanpa menunggu komando segera memanggil bapak tua itu sambil membuka tas untuk mengeluarkan uang sebagai niat untuk bersedekah. Bapak tua  itu bergegas menghampiri serta memanggul keranjang yang ternyata berisi kerupuk udang mentah yang sudah dalam kemasan plastik. Saat melihat istriku mengulurkan uang dan memberi isyarat bahwa ingin bersedekah bapak tua itu langsung berbalik. Kaget kami berdua melihat respon bapak tua itu. Beliau menolak uluran sedekah kami. Kami panggil lagi namun beliau tetap menolak dan berjalan menjauh.

Baru setelah kami sampaikan akan membeli kerupuknya beliau baru berhenti berjalan dan menghampiri kami lagi. Beliau mengambil 2 pak kerupuk didalam keranjangnya. Sambil berkata kepada kami “wong nek iseh kuat angkat junjung ugak pareng njaluk-njaluk.aku iseh iso goleh duit” dalam bahasa indonesia berarti “orang yang masih kuat bekerja tidak pantas untuk meminta-minta/menerima bantuan.Saya masih bisa cari duit (dengan bekerja)..PLAKKK!!!…serasa kepala ini di tampar mendengar perkataan beliau. Segera saya ucapkan maaf  kepadanya dan menjelaskan bahwa kami tidak bermaksut merendahkan beliau.

Tamparan yang nyata bagiku atas kejadian tadi. Orang setua itu tak serenta yang aku pikirkan. Masih mampu berusaha dan pantang untuk di kasihani.Seandainya manusia di Indonesia mampu dan mau bersikap selayaknya bapak tua penjual kerupuk. mungkin tak ada lagi razia di perempatan jalan. tak ada lagi program BLT atau BLSM yang memantik konflik antar warga.

Maaf Bapak tua…kami sempat menyinggung perasaanmu..biar kami cari penggantimu yang lebih pantas mendapatkan.

, , , , ,

  1. #1 by wulan on Juli 11, 2013 - 12:11 pm

    Sayapun pernah mengalami seperti yang njenengan alami, tapi pada seorang nenek tua..saat kuulurkan uang ..nenek itu menolak dan mengatakan ..kalo dia bukan peminta minta tetapi berjualan. trenyuh juga saya..

    Sebenarnya masih banyak orang orang seperti itu tapi kadang hanya beberapa yang kebetulan kita temui..hanya saja jumlah itu masih secuil dibandingkan dengan jumlah orang yang suka menengadahkan tangan.

    Ijin share..terima kasih

  2. #2 by joyolandoh on Juli 13, 2013 - 7:10 am

    mbak lala dan mas budi terima kasih kunjungan nya….

    mbak wulan…..ternyata masih ada orang2 seperti itu…bener saya merasa malu dengan kejadian itu…

  3. #3 by guardian on Oktober 7, 2013 - 11:12 pm

    Wow, pengalaman yg boleh dibilang sebagai ‘paweling’ bagi kita semua.

    Bro Joyolandoh, ‘hidup’ adalah ‘pilihan’. Jadi… ‘pilihan’ yg mana untuk hidup ‘kita’ yang akan dipilih, adalah tergantung kita. Sedangkan ‘nasib’ adalah ‘kinerja’. Jadi… ‘nasib’ mana yg akan kita ambil untuk ‘kita’ adalah sebanding dgn ‘kinerja’ yg kita usahakan.

    Waduh, kok jadi ngelantur yak…. he he he….

    Bro Joyolandoh, saya suka blog Anda. Unik dan menarik utk disimak.

    Sedikitnya , secara pribadi sy sudah mengenal Anda. Ya waktu SMA di kost-kost an Lek So…

    Bro Joyolandoh, sy sampaikan salam dan sukses utk Anda. Semoga menjadi pemimpin yg memberi suri tauladan baik bagi warga semua. Dan Allah SWT selalu melindungi dan memberkahi… Amiinn….

    • #4 by joyolandoh on Oktober 8, 2013 - 8:05 pm

      terima kasih dah di kunjungiii….waduh sapa ya kog kost e mbah so….maaf lupa je. lagian ga ada profilnya…hehehe

  4. #5 by Rifai Prairie on Oktober 9, 2013 - 7:38 am

    Subhanallah ya! bapak tua itu berarti hebat! masih memegang teguh Sabda Rasulullah, “Lebih baik tangan di atas daripada tangan di bawah!” selama masih mampu berusaha, kita harus berusaha menjari jalan untuk beroleh Rezeki dari Nya!

  5. #6 by Nasi Kotak Semarang on Juli 7, 2017 - 1:25 pm

    ya ,selama masih mampu berusaahaa,,

    tapi kalau ada yang memberi kenapa tak diterima ??

Tinggalkan komentar